Bab Metafisika
Merenungkan hakikat realitas dan keberadaan
Pernahkah kamu bertanya, “Apa yang sebenarnya nyata?” Apakah dunia yang kita lihat ini sungguh ada — atau hanya bayangan dari sesuatu yang lebih dalam? Pertanyaan sederhana ini membawa kita ke ranah metafisika — cabang filsafat yang mencoba memahami hakikat keberadaan.
Apa Itu “Ada”?
Kata “ada” tampak sepele, tapi sesungguhnya sulit dijelaskan. Segala sesuatu yang bisa kita pikirkan — batu, pohon, pikiran, bahkan mimpi — memiliki bentuk “ada”-nya sendiri. Namun, apakah keberadaan itu selalu berarti fisik? Atau sesuatu bisa tetap “ada” meski tak terlihat atau terukur?
Filsuf Yunani seperti Parmenides pernah berkata, “Yang ada, ada; yang tidak ada, tidak ada.” Ia percaya bahwa hanya keberadaan yang benar-benar nyata — perubahan hanyalah ilusi. Tapi kemudian datang Heraclitus yang berpendapat sebaliknya: “Segalanya mengalir,” perubahan justru hakikat dari kenyataan itu sendiri.
Realisme vs Idealisme
Dua pandangan besar lahir dari pertanyaan ini. Realisme mengatakan bahwa dunia fisik benar-benar ada di luar pikiran kita — meja, langit, dan gunung tetap ada walau tak kita lihat. Sementara Idealisme (seperti yang diyakini oleh Plato dan kemudian Berkeley) berpandangan bahwa kenyataan sejati justru berada di dalam pikiran — atau bahkan dalam ide yang sempurna.
Jadi, ketika kita melihat sebuah pohon, apakah kita melihat pohon itu sendiri? Ataukah hanya representasi dari ide “pohon” di dalam pikiran kita?
Tuhan, Jiwa, dan Kebebasan
Dari sini, metafisika juga menyentuh pertanyaan paling dalam: Apakah ada Tuhan sebagai sumber segala realitas? Apakah jiwa manusia sungguh ada dan bebas menentukan pilihannya?
Descartes meyakini bahwa keberadaan diri adalah hal paling pasti: “Cogito, ergo sum” — Aku berpikir, maka aku ada. Dari kesadaran diri inilah muncul gagasan bahwa jiwa memiliki realitas yang tak tergantung pada dunia fisik.
Refleksi Pribadi
Merenungkan “apa yang nyata” bukan sekadar latihan intelektual, tapi juga spiritual. Saat kita sadar bahwa banyak hal di dunia hanyalah “penampakan” — uang, status, atau bahkan opini orang lain — mungkin kita mulai mencari realitas yang lebih hakiki: keheningan batin, makna, dan kesadaran akan keberadaan itu sendiri.
“Kenyataan mungkin bukan apa yang kita lihat, tapi apa yang kita sadari.”
— Refleksi Pribadi
Metafisika dan Ontologi: Apa Bedanya?
Banyak orang sering menyamakan metafisika dengan ontologi, padahal keduanya memiliki fokus yang sedikit berbeda.
Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas realitas secara keseluruhan — meliputi pertanyaan tentang keberadaan, Tuhan, jiwa, kebebasan, dan sebab-akibat. Sementara ontologi adalah bagian dari metafisika yang secara khusus menelaah tentang “apa itu ada” dan bagaimana struktur dari keberadaan itu sendiri.
Jika diibaratkan, metafisika adalah rumah besar tentang realitas, dan ontologi adalah ruangan utamanya — tempat kita memikirkan fondasi dari segala yang ada.
🪞 Ringkasan Singkat
| Aspek | Metafisika | Ontologi |
|---|---|---|
| Cakupan | Luas — membahas realitas secara keseluruhan | Fokus — membahas hakikat keberadaan |
| Pertanyaan utama | “Apa itu realitas?” | “Apa artinya ‘ada’?” |
| Contoh topik | Tuhan, jiwa, sebab-akibat, kebebasan | Jenis-jenis keberadaan, relasi antar-entitas |
| Hubungan | Payung besar | Cabang inti di dalam metafisika |
“Setiap ontologi adalah bagian dari metafisika, tetapi tidak semua metafisika hanyalah ontologi.”
Seperti kata Heidegger, metafisika cenderung membicarakan makhluk, sedangkan ontologi bertanya lebih dalam: apa arti “ada” itu sendiri?
Peta Bacaan Filsafat
Referensi Singkat
- Parmenides, On Nature
- Heraclitus, Fragmen
- Plato, Republic & Allegory of the Cave
- René Descartes, Meditations on First Philosophy
- George Berkeley, Principles of Human Knowledge
- Martin Heidegger, Being and Time